Jumat, 07 Mei 2010

Tanpa Kusadari Inilah Realitanya

Hari Jumat di tanggal 7 pada bulan Mei tahun 2010 ini menjadi hari yang mendebarkan untuk (mungkin) hampir seluruh siswa-siswi kelas 9 (yang dulunya disebut pula siswa/siswi kelas 3 SMP). Seperti tahun-tahun sebelumnya, para siswa baik dari tingkat SD, SMP dan bahkan SMA yang menduduki kelas akhir akan mengikuti serangkaian ujian demi mencapai kelulusan dan akan segera melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Aku siswi SMP dan masih duduk di bangku kelas 8. Dengan suasana yang berbeda dengan kelas 7 dan 9 yang (mungkin) sedikit resah, saya pun sudah merasakannya dan akan segera mengulang rasa-rasa resah itu. Sebentar lagi.

Mengapa kelas 7 resah? Ya, karena mereka masih baru. Masih mencoba beradaptasi, berusaha mencari jalannya sendiri, temannya sendiri. Di masa-masa awal SMP ini.

Lalu kelas 9? Resah karena buku-buku usang yang telah dibungkus rapi, yang pernah dibacanya berulang kali, atau mungkin dicoretnya ketika merasa bosan dengan suasana belajar di kelas harus mereka buka kembali. Berusaha untuk mengulang ingatan mereka lagi, mengingat, membaca, dan menghafal. Tidak hanya sekali, dua kali, atau pun tiga kali. Berkali-kali. Ya, hingga mereka sendiri percaya akan apa yang mereka pelajari itu. Mengapa? Apakah harus mereka lakukan itu semua?

"Ya!" teriakku dalam hati

***

Betapa tidak. Aku sudah melewati kesresahan itu. Dulu. Satu tahun yang penuh rasa was-was. Terjebak dalam kebingungan. Sesaat aku terpana. Bertegun melihat hal-hal baru itu. Lebih banyak orang yang kukenal, dan tentu saja dari lebih banyak perbedaan yang ada. Sifat, budaya, karakteristik dan hal-hal lain yang membuatku merasa beruntung hidup di dalam sebuah lingkaran keberagaman ini. Indah. Semua terlihat berbeda. Berbeda itu baik, karena kita unik!

Belum lagi dengan rentetan istilah-istilah baru yang belum pernah masuk ke dalam pikiranku. Bahkan tak jarang mendernya pun mungkin belum. Dengan bekal ilmu-ilmu terapan yang kudapat semasa SD dan dengan apa yang ada dalam pikirku ini, perlahan aku mulai terbiasa. Berjalan dengan kesungguhan. Arah yang pasti.

Terus kucari, kudekati, dan kubaca setiap orang-orang asing itu. Perlahan tapi pasti. Hingga aku mulai melihat sisi lain mereka walau hanya sedikit demi sedikit.


Satu tahun penuh fantasi. Fantasi yang kadang menjadi realita dan kadang tersimpan rapat dalam benak ini. Satu tahun penuh emosi. Menggebu di dalam hati dan membanjiri hari-hari dengan senyuman. Tak dapat kulupa hari di mana air mataku ini menetes di tanganku. Hari-hari di mana emosi dalam diri tak tertahan, meluap, membuka jati diri. Semuanya telah kujalani. Hanya dalam satu tahun yang penuh keresahan.

Di lantai atas rentetan ruang-ruang kelas sembilan. Di tengah-tengah kelas 7.1 dan 7.3 telah kurasakan keresahan itu. Tidak setiap hari. Terkadang. Atau mungkin lumayan sering? Aku tak tahu apa yang kurasakan saat itu. Sudah berlalu. Hanya seberkas sisanya diingatanku. Namun tetap akan tersimpan di hati ini betapa indahnya masa-masa resah waktu itu.

Kini. Tahun ini. Yah, di tempat yang sama. Masih di lantai dua. Dengan gedung yang berbeda. Dengan ruangan kelas yang berbeda. Dengan kumpulan orang berbeda yang kini sudah kukenal. Di tahun ke dua. Dalam sebuah kelas di depan 8.3 dan 8.2 aku berdiam. Bertekun. Dan berusaha.

Tak banyak berubah. Rutinitas yang sama. Belajar. Mecari ilmu sebanyak-banyaknya. Mengejar nilai setinggi-tingginya. Mendapatkan teman sebaik-baiknya. Dengan lebih banyak suasana baru dari tahun pertama aku berusaha meraih mimpiku. Melakukan yang terbaik semampuku. Semua lebih rumit. Beragam dan.. aku sadar akan hal itu. Terlena dengan suasana tahun kedua ini. Api semangat yang dulu kupendam mulai redup. Entah apa yang membuatku seperti ini, rasanya aku terjebak dalam euforia ini. Suasana di mana keresahan tak lagi terlalu menghantuiku. Aku lengah. Ya!

Kini saatnya tiba. Aku berada di ujung tahun ke duaku. Di tempat ini. Dengan seragamku yang masih berwarna putih dengan rok hitam kotak, biru, dan juga putih. Sepatu hitam polos. Sabuk. Dengan pin mungil tersemat di kerah kiri seragamku. Dengan semangat yang mungkin telah pudar, luntur atau kah redup? Itu semua sama! Dan itulah yang kurasakan.

Kefanaan hidup remaja. Keegoisan diri. Kelemahan mental. Kurangnya pendirian. Mungkinkah salah satu dari ke empat faktor itu telah menggerogoti semangatku untuk meraih mimpi?

Apapun itu akan terus kucari. Aku tak mau terus begini. Terjebak. Turun. Lama-kelamaan tak berdaya. Hilanglah atau bahkan lenyap sudah mimpi-mimpiku itu. Kini aku kembali resah. Ujian tahun keduaku ada di depan mata. Selangkah lagi akan kumasuki tahun ketigaku. Dengan tetap menyematkan Serviam kecil di kerah kiri seragam putih kotak ku.

Aku akan berusaha semampuku. Tidak! Bukan semampuku yang kumau. Tetapi segenap kesungguhanku. Dengan segenap usahaku. Harus kukikis keresahan itu sebelum membunuh semangatku lagi.

Karena keresahan akan segera datang menghampiriku. Di tahun ketigaku. Nanti ketika Ujian Nasional menjemputku. Ketika tumpukkan buku-buku usang menanti untuk kembali kubaca. Ketika usiaku menginjak angka 15. Ketika keresahan itu datang menghampiriku lagi.

Tahun pertama penuh keresahan. Di tahun kedua ini tidak sebesar keresahan tahun yang lalu. Namun sebentar lagi, di tahun ketiga semua keresahan itu akan kembali dan bersiap untuk kulewati.

Mengapa baru kusadari semua ini sekarang bahwa inilah suatu realita?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar